Kewirausahaan sebagai Jalan Pemulihan Ekonomi Masyarakat Pasca Pandemi

Merebaknya pandemi Covid-19 sejak Maret 2020-hingga sekarang membawa guncangan yang signifikan bagi kehidupan sosial dan ekonomi di masyarakat. Sebab, dunia yang selama ini disibukkan dengan aktivitas telah menjadi sunyi, sementara alokasi sumber daya banyak dialihkan untuk menghadapi krisis. Selain itu, penjarakan fisik (physical distancing) mengakibatkan hilangnya produktivitas dan penurunan tajam permintaan barang dan jasa, yang dengannya menyebabkan kontraksi ekstrem pada sektor ekonomi baik secara global hingga ke tingkatan lokal.

Di Indonesia, kemiskinan meningkat akibat pandemi, di mana satu dari sepuluh orang saat ini hidup di bawah garis kemiskinan nasional. Sementara itu, dalam laporan UNICEF (2021) yang berjudul ‘Analysis of the Social and Economic Impacts of COVID-19 on Households and Strategic Policy Recommendations for Indonesia1menunjukkan bahwa pada tingkatan rumah tangga terjadi persentase penurunan pendapatan yang cukup signifikan. Banyak rumah tangga yang sebelumnya aman secara ekonomi di tengah distribusi pendapatan, menjadi miskin atau berisiko menjadi miskin pada situasi pandemi ini. Adapun rumah tangga yang menjalankan usaha tidak luput terkena imbas dari pandemi karena jumlah pembeli yang lebih sedikit, pendapatan yang lebih rendah, dan biaya/modal yang dikeluarkan jadi lebih tinggi.

Foto 1. Salah seorang peserta pelatihan di Kelurahan Sayang-Sayang, Cakranegara,
mempraktikan foto produk menggunakan studio sederhana (06/10/2021)

Menyikapi krisis tersebut, lembaga TRANSFORM, bekerja sama dengan UNDP Indonesia, menyelenggarakan kegiatan pelatihan peningkatan kapasitas dalam rangka pemulihan ekonomi masyarakat pasca pandemi di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Untuk sasaran penerima manfaat dari pelatihan ini adalah kelompok masyarakat rentan yang tersebar di enam kelurahan (Ampenan, Mataram, Sandubaya, Selaparang, Sekarbela, dan Cakranegara). Adapun demikian, terdapat terdapat dua jenis pelatihan dalam kegiatan tersebut. Pertama, pelatihan kewirausahaan. Dalam pelatihan ini, para partisipan diajak untuk belajar merencanakan usaha secara lebih tersistematis dan terstruktur mulai dari pemetaan awal, perencanaan dan penyusunan proposal usaha, manajemen usaha, teknik pemasaran daring, hingga rencana tindak lanjut usaha sebagai langkah kongkrit. Selama acara berlangsung, para peserta terlihat antusias dengan berbagai materi yang dibagikan oleh narasumber dalam pelatihan kewirausahaan tersebut. Salah satu contoh adalah materi tentang teknik pemasaran secara daring. Dalam sesi ini para peserta memperoleh wawasan bahwa, selain perlu menjaga mutu serta kualitas barang yang akan dijual, estetika dari foto produk itu sendiri juga patut untuk diperhatikan. Dalam pasar digital, foto merupakan elemen penting yang akan menarik minat pembeli atas produk yang dijual. Alhasil, peserta didorong untuk memanfaatkan alat dan barang yang tersedia di sekitar dalam menghasilkan foto produk dengan estetika yang baik.

Gambar 2. Jajanan yang dimasak oleh masyarakat di Kelurahan Sayang-Sayang, Cakranegara (06/10/2021); Foto kiri, menggoreng adonan donat kentang. Foto kanan, kue carabikang yang telah matang.

Kedua, pelatihan pembuatan kue. Selaras dengan judulnya, produk kue dan jajanan menjadi keluaran utama dari pelatihan tersebut. Para peserta diajak untuk bisa memasak berbagai macam kudapan yang lazimnya dikonsumsi masyarakat selama ini, baik itu jenis jajanan tradisional maupun jajanan modern. Adapun produk olahan makanan yang dihasilkan oleh para peserta dalam pelatihan ini seperti jajan carabikang, donat kentang, putu mayang, pisang coklat, nugget ikan, bakso ikan, dan lainnya. Karena proses pelatihan pembuatan kue didominasi oleh praktik, partisipasi peserta secara langsung menjadi unsur paling penting dalam hal ini. Peserta diajak untuk mencampur bahan, menguleni dan mencetak adonan, memasak, hingga menata dan menyajikannya ketika sudah matang. Sebagaimana prinsip yang dipakai dalam pelatihan kewirausahaan, para peserta didorong untuk bisa memanfaatkan barangbarang dan alat yang tersedia dan mudah diakses di sekitar mereka. Prinsip ini ditanamkan dengan intensi bahwa untuk melakukan dan memulai sesuatu tidak harus dengan modal besar dan bahan yang mahal, melainkan masyarakat dituntut untuk bisa lebih kreatif di tengah keterbatasan yang ada.

Seperti yang telah umumnya diketahui, kewirausahaan merupakan kemampuan dan kesiapan untuk menjalankan dan mengembangkan usaha bisnis guna memperoleh keuntungan ekonomi. Namun, praktik kewirausahaan nyatanya tidak sekadar membutuhkan modal uang, tetapi juga memerlukan bekal keterampilan untuk dapat memulai, mempertahankan hingga mengembangkan bisnis tersebut. Artinya, modal ekonomi saja belum lah cukup, tetapi juga memerlukan modal-modal lain seperti modal pengetahuan (manajemen bisnis, pemasaran, dll) dan keterampilan teknis. Dengan demikian, lewat intervensi pelatihan peningkatan kapasitas ini, para peserta yang menjadi penerima manfaat diproyeksikan akan memperoleh bekal yang cukup untuk bisa memulai usaha di kemudian hari.  [Galang Anugrah]