Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pariwisata dan ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menginisiasi pengembangan desa wisata. Dukungan yang diberikan oleh Kemenparekraf berupa pendampingan yang dilakukan oleh 15 Asosiasi/komunias masyarakat dan 28 perguruan tinggi secara nasional. Sampai tahun 2022 ini telah dilakukan pendampingan pada 6 Destinasi Super Prioritas (DSP). Salah satu yang didampingi adalah DSP Mandalika (NTB) yang terkenal dengan iconnya berupa Sirkuit Mandalika. Sasaran program ini terdapat pada 67 Desa Wisata pada 58 kabupaten/kota yang tersebar di 22 Provinsi. Pengelolaan desa wisata merupakan bagian dari program pengembangan pariwisata berkelanjutan. Program ini sesuai dengan arah RPJMN 2020-2024 dalam rangka percepatan kebangkitan pariwisata dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Dengan dukungan Kemenparekraf, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat juga saat ini mulai aktif mengembangkan desa wisata. Fokus utama program kerja dalam Musrenbang Provinsi 2022 adalah memperkuat SDM, kelembagaan serta infrastruktur Desa Wisata. Ini dirasakan penting karena berkembangnya desa wisata mampu menyerap tenaga kerja serta berkontribusi mengatasi masalah pengangguran. Melalui pendampingan desa wisata ini diharapkan geliat ekonomi masyarakat desa mulai tumbuh dan berkembang terutama di masa pandemi COVID-19 ini. Salah satu best practices pengembangan desa wisata yang menjadi unggulan NTB yaitu Desa Tete Batu Kecamatan Kota Raja, Kabupaten Lombok Timur yang telah berhasil menyandang salah satu desa wisata terbaik tingkat Nasional dan mewakili Indonesia sebagai nominasi dalam ajang Best Tourism Village 2021 UNWTO (organisasi PBB bidang pariwisata dunia). Berkembangnya Desa Wisata Tete batu telah berkontribusi nyata dalam mendorong perekonomian masyarakat lokal dengan yaitu menggeliatnya usaha perdagangan di desa wisata tersebut.
Upaya memajukan Desa Wisata di NTB akan difokuskan pada 246 desa wisata yang tersebar di 10 Kabupaten/Kota. Walaupun demikian secara bertahap yang akan menjadi prioritas sebanyak 17 desa diantaranya Kabupaten Lombok Utara (Pemenang Barat, Senaru, Malaka, Genggelang), Kabupaten Lombok Timur (Tete Batu, Seruni Mumbul, Kembang Kuning, Sembalun), Lombok Barat (Sekotong Tengah, Mekar sari, Sesaot), Lombok Tengah (Rembitan, Banyumulek, Bilebante, Setanggor, Kopang Rembiga). Untuk mengetahui tingkat perkembangan Desa wisata yang mendapat pendampingan di NTB dari total 246 tersebut maka dilakukan pembagian desa ke dalam 3 kluster yaitu desa wisata maju, berkembang, dan rintisan.
Dalam kegiatan pendampingan ini, Transform bersama Kemenpanrekraf dan Desa Wisata Institute melakukan pendampingan penguatan SDM serta memberikan dukungan fasilitasi penyusunan diantaranya 1) profil desa wisata, 2) AD/ART dan SOP Desa Wisata, 3) pembuatan plang penunjuk arah serta 4) bartcode pembayaran homestay. Hal ini dilakukan sebagai salah satu syarat administrasi menjadi Desa Wisata. Selain itu, sebagai upaya mengoptimalkan desa wisata ke depan maka mulai disusun masterplan pengembangan desa wisata yang dibuat secara partisipatif oleh seluruh unsur pengelola desa wisata.
Dari hasil pendampingan yang telah dilakukan, Tanggapan masyarakat sangat positif terhadap proses pendampingan dan penguatan SDM. Salah satu sekertaris POKDARWIS Sesaot, Dani mengungkapkan pendampingan yang dilakukan sangat bermanfaat dan mampu memberikan motivasi untuk mengembangkan dan mengelola destinasi wisata di seluruh Sesaot. Salah satu tokoh lainnya yang saat ini menjadi kepala Desa Sesaot Ibu Yuni Hari Seni, S.Pd sangat berterima kasih dengan pendampingan selama kegiatan berlangsung dan akan terus berupaya menjadikan Desa Sesaot sebagai desa wisata mandiri dari posisi saat ini sebagai desa wisata berkembang. Yang menarik dari proses pendampingan ini, pemerintah desa, pemerhati desa wisata, kelompok masyarakat berkomitmen untuk dapat bekerja bersama untuk mewujudkan desa wisata mandiri. Bentuk komitmen tersebut diantaranya 1) dukungan pengadaan fasilitas dari dana desa, 2) perubahan alokasi dana desa untuk mendukung homestay, 3) memperkuat SDM pokdarwis dan pemerhati Desa Wisata, 3) Masyarakat siap bergerak secara mandiri dan kolektif. (TRANSFORM – Alfian Pujian Hadi/Maryati)