Pendidikan lingkungan harus segera diintegrasikan ke dalam kurikulum formal. Institusi pendidikan sangat strategis untuk membangun kesadaran generasi bangsa terhadap pentingnya upaya penyelamatan lingkungan hidup. Demikian hasil workshop pendidikan lingkungan yang diselenggarakan atas kerjasama Lembaga Transform dengan Kementerian Negara Lingkungan Hidup pada Kamis (28/7) di Hotel Lombok Raya, Mataram. Dalam sambutannya, Mukhtar memaparkan, workshop ini dimaksudkan sebagai langkah mendorong kolaborasi antara institusi lingkungan hidup dengan institusi pendidikan. Ia menilai, selama ini upaya pemeliharaan lingkungan belum melibatkann institusi pendidikan. Sementara itu, keynot speech disampaikan oleh Deputi VI Kementerian Lingkungan Hidup yang diwakili Susi Herawati. Susi menegaskan bahwa dalam upaya mempercepat pengembangan pendidikan lingkungan hidup khususnya jalur pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, maka dicanangkan Program Adiwiyata sejak 2006. “Sampai 2010, lebih dari 1000 sekolah di 31 provinsi telah ikut berpartisipasi. Diharapkan program Adiwiyata akan semakin meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas dengan tetap menjaga integritas”, imbuhnya.
Workshop tersebut dihadiri 200-an orang peserta yang sebagian besarnya adalah guru Sekolah Dasar, dan sebagian lainnya berasal dari dinas terkait, mahasiswa dan LSM. Hadir sebagai narasumber dalam workshop tersebut: Deputi VI Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat KLH (Susi Herawati), Anggota Komisi VII DPR-RI (H. Muhammad Syafrudin, ST), Dinas Dikpora NTB (M. Mimbarman DS, SH., M.Ed), Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian (BLHP) NTB (Ghulam Abbas), WWF Nusa Tenggara (M. Ridha Hakim), dan Direktur Pelaksana Lembaga Transform, Mukhtar, SP, M.Si. Para narasumber berbicara dari latar belakang keilmuan dan institusi yang berbeda. Namun semuanya menilai pendidikan lingkungan hidup penting diintegrasikan kedalam kurikulum pendidikan formal. Diantaranya, Kasi SMA Dinas DIKPORA NTB, M. Mimbarman mengatakan, pendidikan lingkungan hidup sebaiknya diterapkan dengan berbasis keterampilan untuk pembentukan kebiasaan hidup dan perubahan prilaku jangka panjang. Ia menganjurkan pengintegrasian pendidikan lingkungan ke dalam kegiatan rutin harian. “Hal ini terkait dengan upaya membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup sejak dini” jelasnya.
Hal yang nyaris senada dikemukakan Ghulam Abbas dari BLHP Provinsi NTB. Menurutnya, manusia harus sadar bahwa kerusakan alam yang terjadi saat ini adalah akibat ulahnya. Kesadaran manusia bisa dibentuk melalui pendidikan lingkungan hidup sejak dini mulai dari keluarga atau pendidikan formal/informal. Karena itu, lanjutnya, melibatkan sekolah dalam membangun kesadaran bangsa terhadap lingkungan hidup merupakan langkah yang tepat, karena disanalah karakter bangsa dibentuk. Lebih jauh ia menyitir tujuan sekolah adiwiyata, yaitu menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah, sehingga dikemudian hari warga sekolah dapat bertanggungjawab dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan, baik secara individu maupun kelompok.
Sedangkan Anggota Komisi VII DPR-RI, M. Syafruddin berbicara tentang dampak penambangan terhadap kerusakan lingkungan serta kebijakan untuk mengatur aktivitas pertambangan agar tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Dalam makalahnya dikatakan, isu pemanasan global masih menghangat di segala bidang kehidupan. Berbagai upaya terus dilakukan untuk menghambat pemanasan bumi, perubahan iklim secara ekstrem, dan degradasi kualitas lingkungan. Selanjutnya, M Ridha Hakim dari WWF memaparkan secara panjang lebar bagaimana perubahan iklim terjadi akibat kerusakan lingkungan khususnya di NTB. Perubahan iklim meliputi pergeseran periode turunnya hujan serta peningkatan suhu udara. “Pada tahun 2005 hingga 2006 wilayah NTB mengalami perubahan masa turunnya hujan. Pada tahun 2006 awal musim hujan terjadi pada pertengahan Desember, tetapi ada sebagian wilayah NTB musim hujan belum terjadi hingga awal Januari 2007″ paparnya merujuk data BMG Selaparang, 2007.
Untuk melengkapi materi, Mukhtar dari Lembaga Transform mengajak peserta workshop sharing tentang program green school yang diawali dengan pemutaran video pengalaman implementasi program green school di Kecamatan Sikur Lombok Timur yang dinilai cukup berhasil. Dalam dialog narasumber dengan peserta yang difasilitasi Dr. Gatot DH Wibowo selaku moderator, dihasilkan kesepakatan bahwa institusi pendidikan harus terlibat dalam upaya penyelamatan lingkungan. Hal ini dilakukan dengan pengintegrasian pendidikan lingkungan ke dalam kurikulum formal. Hanya saja masih perlu dirancang teknisnya, apakah pendidikan lingkungan menjadi mata pelajaran tersendiri atau diselipkan ke dalam mata pelajaran yang sesuai. [Ojan]