Lingkaran Kemiskinan dan Perbaikan Lingkungan di Kawasan Hutan

Menurut Data Pusat Statistik tahun 2021 yang terpublis oleh Forest Digest lembaga pemerhati lingkungan merilis setidaknya 36.7% dari 25.863 desa di Indonesia yang berada di sekitar kawasan hutan terkatagori miskin dengan rata-rata pendapatan rumah tangga sebesar 2.121.637 per bulan (www.forestdigest.com). Kemiskinan ini tidak lepas dari porsi ketergantungan masyarakat yang hanya mengadalkan hasil hutan yang terbatas di alam sebagai mata pencaharian utama dan kurangnya pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan lahan yang produktif serta berkelanjutan.

Potret aktivitas masyarakat di sekitar hutan

Tidak terkecuali Desa Gelangsar dan Desa Mekar Sari Kabupaten Lombok Barat. Kedua desa tersebut merupakan desa yang berbatasan langsung dengan kawasan Hutan Lindung yang berada di area kelola Balai Kesatuan Pengelola Hutan (BKPH) Rinjani Barat. Sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani penggarap hutan dan petani kebun milik. Kondisi topografi lingkungannya yang cenderung berbukit membuat masyarakat terbatas dalam mengembangakan budidaya tanaman pangan, sehingga kedua desa tersebut sangat rentan atas kerawanan pangan dan kemiskinan. Di tambah lagi akses infrastruktur jalan yang kurang memadai menambah titik gelap kedua desa tersebut untuk dapat mengebangkan ekonominya.

Saat ini, sumber pendapatan masyarakat berasal hasil hutan berupa durian, kopi, pakis, pisang, aren, madu alam dan empon-emponan. Komoditi tersebut sangat terbatas dan tergantung terhadap kondisi cuaca. Menurut Pak Mustafa selaku Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Hijau Makmur Desa Gelangsar, mengungkapkan bahwa beberapa tahun terakhir ini sebagian besar petani hutan mengalami gagal panen untuk tanaman buah khususnya durian dikarenakan perubahan cuaca. Tingginya curah hujan di kala pohon durian sedang berbunga, mengakibatkan bunga dan buah muda rontok sehingga sangat sedikit sisa buah durian bertahan hingga mateng dan terjual. Selama ini buah durian sebagai “primadona” oleh petani karena memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Sehingga “tidak ada buah duren, maka kami tidak punya uang” pungkasnya.

Melihat kondisi tersebut, maka sangat jelas tergambar bahwa sumberdaya hutan memiliki peran yang sangat penting dalam menjamin terpenuhnya kebutuhan ekonomi masyarakat sekitar hutan. Selain manfaat ekonomi, hutan sebagai suatu ekosistem hayati memiliki peran penting lainnya seperti menjaga kesetetabilan iklim, ketersediaan air permukaan, habitan flora dan fauna, dan memiliki nilai jasa lingkungan untuk terjaganya keberlangsungan hidup manusia. Oleh karena itu hutan harus di kelola dengan bijaksana dan berkelanjutan.

Dalam menjamin tercapainya pengelolaan hutan yang berkelanjutan tidaklah mudah, dibutuhkan komitmen dan aksi dari semua stakeholder baik itu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, NGO, Akademisi, Tokoh masyarakat dan masyarakat itu sendiri untuk sama-sama mensukseskan berbagai program-program pembangunan sumberdaya alam tersebut. Salah satu upaya dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan yaitu dengan melaksanakan berbagai skema pengelolaan kehutanan yang berkelanjutan diantaranya program Rehabilitasi DAS melalui kegiatan penanaman tanaman buah dan kayu dalam suatu kawasan tertentu dengan mengikuti kaidah perundang-undangan kehutanan yang berlaku. Dengan melakukan penanaman tanaman buah di kawasan hutan diharapkan dapat memberikan harapan alternatif tambahan nilai ekonomi bagi masyarakat untuk dapat hidup lebih sejahtera.

Penanaman bibit durian unggul di kawasan hutan

Lembaga TRANSFORM sebagai salah satu lembaga non-pemerintah yang konsen dalam isu pengelolaan sumberdaya alam mengambil peran dalam pembangunan sumberdaya alam tersebut. Salah satu bentuk kongkrit yaitu melalui program Penanaman Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (Rehab DAS). Kegiatan ini dilaksanakan pada 101 hektar kawasan hutan Gunung Sari area BKPH Rinjani Barat dan dilaksanakan selama 3 tahun yaitu dari tahun 2020 hingga 2023.

Adapun bentuk kegiatan yang dilakukan diantaranya: 1). Sosialisasi program dengan melibatkaan berbagai unsur diantaranya BKPH Rinjani Barat, Resort Meninting, Pemerintah Desa Gelangsar dan Gunung Sari, Kelompok Tani Hutan (KTH) Hijau Makmur dan Lestari Alam, tokoh masyarakat dan petani penggarap. 2). Penanaman sebanyak 60.600 tanaman yang terdiri dari tanaman buah seperti durian okulasi, manggis, alpukat dan petai serta tanaman kayu berupa sengon. 3). Pemeliharaan tanaman secara berkala pengendalian hama penyakit tanaman, pemupukan, pembersihan semak, penyulaman, dll. 4). Monitoring dan bimbingan teknis bersama Instansi terkait secara berkala, 5). Monitoring tingkat pertumbuhan tanaman melalui metode Geotagging tanaman dengan alat GPS sebagai data base untuk mengukur capaian program secara periodik.

Melalui program tersebut diharapkan adanya perbaikan tutupan lahan untuk mempertahankan fungsi hutan sebagai penyangga ekosistem hayati dan memberikan alternatif tambahan pendapatan bagi petani penggarap hutan melalui pemanfaatna hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dikembangkan. Serta mendukung target pembangunan Nasional dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan hutan secara berkelanjutan.

Penulis:
Agus M. Ashari, SP.
Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Advokasi Kebijakan di Lembaga Transform