Oleh Markum, Dosen Unram dan Ketua FORDAS-LH NTB
Pertanyaan tersebut mengemuka dan menjadi diskusi hangat pada saat acara Pertemuan Penyusunan dan Penetapan Rencana Pengelolaan DAS di Mataram Selasa, 14 Maret 2023 yang diselenggarakan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB.
Betulkah Cuaca Ekstrim Pemicu Utama Banjir?
Banyak pendapat mengatakan bahwa faktor utama penyebab banjir adalah cuaca, dalam hal ini adalah Curah Hujan (CH) ekstrim. Cuaca hujan ekstrem akan rentan menimbulkan banjir, betulkah? Jika merujuk kejadian banjir besar yang terjadi di Jepang (Agustus 2021) pernyataan tersebut betul. Jepang dan Canada adalah contoh dua negara yang begitu bagus lingkungannya, namun mengalami banjir besar, ketika terjadi CH ekstrim. Dan faktor pemicu Cuaca ekstrim tentu saja karena dampak perubahan iklim.
Perubahan iklim nampaknya sudah menjadi ancaman semua negara. Berita tentang bencana banjir sekarang ini tidak lagi melulu dari negara-negara sedang berkembang, negara maju yang memiliki daya dukung lingkungan masih bagus pun, tidak lepas dari bencana banjir. Akan sulit kelihatanya untuk bisa menghindar dari banjir ketika disuatu tempat mengalami kucuran CH ekstrim melebihi angka normal. Hal ini yang dialami oleh Jepang pada Juli 2021, banjir besar yang sempat menelan korban jiwa tersebut dipicu oleh CH sebesar 1.190 mm/72 jam, atau 396,66 mm/hari. Tidak bisa dibayangkan, bagaimana jika kejadian CH di Jepang menimpa negara lain, seperti Indonesia.
Maka pernyataan bahwa penyebab utama CH ekstrim sebagai penyebab banjir adalah betul. Namun jika dengan CH kecil saja terjadi banjir, maka pertanyaannya, apakah betul CH sebagai faktor utama penyebab banjir? Hal ini mengambil salah satu contoh di wilayah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), sebagaimana disampaikan oleh salah satu peserta dari KSB. Bahwa pada tiga tahun terakhir, dengan hujan kecil saja, telah rentan menyebabkan banjir di Kota Taliwang, ibu kota KSB.
Kejadian Banjir seperti Ritual Tahunan
Menurut Yuhanna (Analis cuaca dari BMKG NTB), menyatakan bahwa untuk wilayah NTB, yang disebut CH ekstrim, jika CH mencapai lebih dari 100 mm/hari. Dan menurutnya, beberapa kasus banjir yang terjadi di beberapa wilayah NTB, CH yang tercatat tidak melebihi 100 mm/hari. Lantas apa faktor utama penyebab banjir di beberapa wilayah tersebut?
Para peserta sepakat bahwa faktor utama pemicu terjadinya banjir khususnya di Pulau Sumbawa adalah karena adanya kerusakan lingkungan. Kerusakan ini ditandai dengan semakin menurunnya tutupan hutan primer, dan diikuti dengan meningkatnya luas ladang jagung. Sebagian besar perbukitan di wilayah hulu, menurut peserta, sekarang ini sudah banyak ditanami jagung. Hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), 2023 juga menegaskan bahwa saat ini ada seluas 281.000 ha ladang jagung di Bima dan Dompu, dan mirisnya sebagian besar 60,8% di tanam pada area yang tidak layak (kemiringan lahan curam dan sangat curam), dan 30% ditanam di dalam kawasan hutan. Hal ini diperparah dengan sistem budidaya jagung yang destruktif yaitu persiapan lahan dengan sistem bakar atau menggunakan herbisida, penggunaan pupuk dan pestisida dosis tinggi, dan tanpa upaya perlindungan tanah.
Tidak pelak, dengan kondisi demikian, kejadian banjir sudah seperti ritual tahunan. Apakah petani tidak belajar dari pengalaman, bahwa budidaya jagung yang tidak sesuai bisa menimbulkan banjir? Masalahnya adalah, yang terkena dampak banjir bukan petani jagung, tetapi masyarakat di hilir, yang sebagian besar bukan petani jagung.
Bisakah Budidaya Jagung di Larang?
Jawabanya, tentu saja sangat sulit, termasuk budidaya yang ada di dalam kawasan hutan. Banyak faktor, mengapa masyarakat terangsang untuk menanam jagung. Beberapa alasanya adalah nilai ekonomi jagung tinggi (10-14 juta/ha), ada insentif saprodi dari pemerintah, sistem budidaya mudah, produksi cepat, fungsi sosial jagung tinggi, dan yang terpenting adalah pembeli selalu siap sedia.
Komprominya adalah bagaimana menemukan alternatif sistem budidaya jagung yang ramah lingkungan, dengan mengembangkan sisatem agroforestri sesuai dengan kondisi lokal. Prinsipnya petani masih mendapatkan penghasilan dari jagung, meskipun tidak sebesar jika ditanam monokultur, namun dalam jangka panjang hasil jagung masih bisa dinikmati oleh generasi akan datang, yaitu keturunan petani itu sendiri.
Bagaimana caranya? Antara lain dengan membuat demplot atau percontohan sistem agroforestri jagung dengan tanaman lainnya. Demplot tersebut saat ini telah menjadi target Dinas LHK Provinsi NTB yang akan dikembangkan di masing-masing Resort KPH (satu resort satu Demplot). Paling tidak petani bisa belajar bagaimana menanam jagung yang berkelanjutan dengan melihat contoh kongkrit yang ada di demplot untuk bisa ditiru dilahannya.
Satgas Reaksi Cepat Informasi Bencana
Hasil pertemuan mengerucut pada pentingnya ada tindak lanjut dibentuknya Satgas Reaksi Cepat Informasi Bencana. Untuk apa? Antara lain memberikan informasi yang cepat didukung oleh data yang akurat dan analsis yang bisa dipercaya untuk disampaikan kepada publik jika ada bencana. Selain bermanfaat memberikan kevalidan informasi, juga memberikan edukasi kepada masyarakat tentang sebab dan akibat faktor-faktor yang berpengaruh pada kebencanaan. Agar keberadaan Satgas tidak tumpang tindih dengan peran lembaga lain, segera perlu sepakati tentang bentuk kelembagaan, mekanisme kerja, leading sector, serta fungsi, peran dan tugas dari Satgas.